Jumat, 04 Desember 2015

Upaya Perdamaian



UPAYA PERDAMAIAN
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Perdata
Dosen Pengampu : Adiyono, S.HI, M.HI








Disusun Oleh:

Darwati Anggraeni                 110711100089
Devi Nur Afilah                      130711100095
Ainul Ghurrah                         130711100093



HUKUM BISNIS SYARIAH – C
FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN 2015/2016


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan pada Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Hukum Acara Perdata. Semoga sholawat serta salam senantiasa dilimpahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarganya, para sahabat, para tabi’in serta seluruh kaum muslimin. Amin.
Makalah ini akan membahas mengenai Upaya Perdamaian. Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, dan dengan susunan yang mudah dipahami. Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, kami berharap kritik dan saran demi menyempurnakan makalah ini agar menjadi lebih baik dan dapat berguna semaksimal mungkin.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah banyak membantu kami agar dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Terima kasih.

Bangkalan, 11 November 2015

                        Penyusun












DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. .... i
Kata Pengantar................................................................................................. .... ii
Daftar Isi.......................................................................................................... .... iii
Bab I Pendahuluan
A.    Latar Belakang.....................................................................................     1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................     1
C.     Tujuan...................................................................................................     2
Bab II Pembahasan
A.    Pengertian Perdamaian.............................................................................. 3
B.     Manfaat Perdamaian dalam Gugatan........................................................ 4
C.     Perdamaian dalam perkara perceraian....................................................... 6
D.    Mediasi...................................................................................................... 7
E.     Perma No.1 Tahun 2008 tentang mediasi................................................. 9
Bab III Penutup
A.    Kesimpulan........................................................................................... .... 13
Daftar Pustaka.................................................................................................. .... 15


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Salah satu tujuan dari adanya perjanjian perdamaian pada lembaga peradilan adalah untuk dapat tercapainya asas sederhana, cepat dan biaya ringan dimana merupakan asas yang tidak kalah pentingnya dari asas-asas lainnya yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004.
Namun demikian, setiap perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tidak selamanya berakhir dengan jalan perdamaian, meskipun dalam ketentuan hukum acara perdata telah ditentukan, bahwa Hakim harus tetap berusaha mendamaikan para pihak yang berperkara, akan tetapi dalam praktek biasanya Hakim dan lembaga peradilan juga mengalami kesulitan dalam mendamaikan para pihak, semua itu dikarenakan masing-masing pihak yang bersengketa tetap mempertahankan hak-haknya dengan berbagai macam dalih dan kepentingan hukumnya masing-masing sehingga hubungan antar anggota masyarakat yang bersangkutan tidak didasari oleh rasa persaudaraan tetapi didasari oleh rasa kebencian, permusuhan yang lebih banyak dikendalikan oleh emosi.
Agar dapat tercapai tujuan yang diharapkan seperti tersebut di atas, maka Hakim harus bertindak arif dan bijaksana, sebab apa yang ada dalam kenyataan tidak semudah seperti apa yang ada dalam teori.

  1. Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan perdamaian ?
2.      Apa saja manfaat perdamaian dalam  gugatan perdata ?
3.      Bagaimankah perdamaian dalam perkara perceraian ?
4.      Apakah yang dimaksud mediasi ?
5.      Bagaimanakah mediasi dalam Perma No. 1 tahun 2008 tentang mediasi ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu perdamaian
2.      Untuk mengetahui manfaat perdamaian dalam gugatan
3.      Untuk mengetahui perdamaian dalam perkara perceraian
4.      Untuk mengetahui apa itu mediasi
5.      Untuk mengetahui mediasi dalan Perma No.1 tahun 2008 tentang mediasi



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perdamaian
Istilah perdamaian dalam kata bahasa Belanda disebut dengan dading yang dalam bahasa bakunya bermakna persetujuan damai. Dalam ketentuan Pasal 1851ayat (1) K.U.H. Perdata, perdamaian didefinisikan sebagai berikut: “Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikanatau menahan suatu barang,  mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau pun mencegah timbulnya suatu perkara”. 
Berdasarkan definisi perdamai-an yang diberikan oleh Pasal 1851 ayat (1) K.U.H. Perdata tersebut di atas, dapatlah ditarik satu garis kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan perdamaian (dading) adalah suatu perjanjian atau persetujuan dimana para pihak yang berselisih mengenai hak-hak mereka sepakat untuk menyelesaikan perselisihan mereka, dengan adanya suatukerelaan berkorban, dan pengorbanan tersebut dapat berupa menjanjikan, menahan atau menyerahkan suatu benda dengan maksud untuk mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah terjadinya suatu perkara yang lebih serius. Dengan demikian, perdamaian merupakan suatu perjanjian dengan ketentuan khusus diantara para pihak yang berperkara, ketentuan khusus yang dimaksud adalah bahwa para pihak harus memberikan pengorba-nan, apabila hanya salah satu pihak saja yang berkorban maka tidak ada perdamaian, jadi masing-masing pihak wajib berkorban. Maka jelas disini bahwa perdamaian itu akan dapat berhasil atau tercapai apabila para pihak saling mempunyai kesadaran untuk menyelesaikan perkara perdatanya dengan jalan perdamaian.
Penyelesaian perkara perdata dengan jalan perdamaian adalah cara yang terbaik dan tercepat bagi para pihak, yang pelaksanaannya dilakukan secara kekeluargaan. Cara ini juga merupakan pencerminan kepribadian bangsa Indonesia yang selalu mengutamakan musyawarah untuk mufakat.[1]

B.     Manfaat Perdamaian dalam Gugatan Perdata
Suatu perdamaian banyak sekali manfaat yang didapat dari hasil  perdamaian tersebut. Dalam kasus-kasus perdata di pengadilan contohnya jika sengketa yang terjadi dalam masyarakat efeknya pasti terjadi ketegangan terhadap hubungan antara puhak-pihak yang bersengketa. Hal ini berarti hubungan antara yang bersengketa ini telah bergeser dari posisi semula berlandaskan kekeluargaan, persaudaraan, dan persahabatan menjadi hubungan yang berdasarkan rasa permusuhan dan kebencian. Kalau sengketa tersebut tidak segera di selesaikan maka akan terjadi kehancuran hubungan antara yang bersengketa. Penyelesaian melalui pengadilan sebenarnya bukan cara yang paling tepat, memang pengadilan dapat menyelesaiakan perkara dengan adanya putusan dari pengadilan, namun berakhirnya sengketa di pengadilan hanyalah secara lahiriyah .
Hal ini merupakan konsekuensi dari putusan pengadilan yang hanya berdasarkan fakta obyektif, tidak menyangkut fakta subyektif, sehingga putusan pengadilan selalu menyatakan ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang. Pihak yang kalah akan merasakan kekecewaan dan tidak begitu saja mengakui kekalahanya. Ketidakmauan pihak yang kalah menerima begitu saja dapat dilihat pada sikapnya yang apriori menerima putusan hakim, dan juga didasari rasa emosi demi menjaga nama baik dan harga dirinya. Sehingga ada upaya hukum yang banding dan kasasi. Dengan adanya upaya hukum tersebut, maka akan memakan waktu yang cukup lama dan juga biaya yang tidak sedikit. Semua ini bertolak belakang dengan upaya perdamaian.
Upaya perdamaian diliput dengan suasana kekeluargaan diantara para pihak yang bersengketa. Dalam suatu perdamaian tidak ditonjolkan faktor-faktor siapa yang salah dan siapa yang benar, namun lebih menonjolkan rangkaian duduk perkara yang sebenarnya, sehingga perumusan perdamaian tidak menghasilkan pihak yang kalah maupun pihak yang menang dan yang lebih penting antara para pihak ada niat " mau sama mau".
Manfaat sistem perdamaian menyelesaikan sengketa yang dilakukan dengan perdamaian akan menghasilkan kepuasan lahiriyah dan batiniah serta sengketa selesai sama sekali, penyelesaianya cepat dan ongkosnya ringan, selain dari pada itu permusuhan antara kedua belah pihak yang berperkara menjadi berkurang. Hal ini jauh lebih baik dari pada apabila perkara sampai diputus dengan suatu putusan biasa, misalnya tergugat dikalahkan dan pelaksanaan putusan harus dilaksanakan secara paksa. [2]
Apabila perkara yang sudah diajukan di pengadilan, dan majlis hakim dapat mendamaikan para pihak, maka hakim harus membuat putusan perdamaian. Sehubungan dengan hal itu ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari wujud perdamaian yang dibuat dalam bentuk
putusan perdamaian yaitu:
1.      Mempunyai kekuatan hukum tetap
Pasal 1851 KUHperdata dikemukakan bahwa semua putusan perdamaian yang dibuat dalam sidang Majlis Hakim mempunyai kekuatan hukum tetap seperti putusan pengadilan lainya dalam tingkat penghabisan.[3]
2.      Tertutup upaya banding dan kasasi
Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa putusan perdamaian itu adalah sama nilainya dengan putusan pengadilan lainya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini berarti terhadap putusan perdamaian ini tertutup upaya banding dan kasasi. Artinya sejak di tetapkanya putusan tersebut maka sudah melekat bahwa putusan perdamaian itu adalah pasti dan tidak ada penafsiran lagi langsung dapat dilaksanakan kapan saja.[4]
3.      Memiliki kekuatan eksekutorial
Putusan perdamaian yang dibuat dalam persidangan Majelis Hakim mempunyai kekuatan hukum mengikat, mempunyai hukum eksekusi, dan mempunyai nilai pembuktian.[5]

C.    Perdamaian dalam Perkara Perceraian
Perdamaian dalam perkara perceraian Jika para pihak hadir dalam persidangan, hakim wajib mendamaikan. Usaha mendamaikan tidak terbatas pada hari pertama saja. Dapat dilakukan setiap kali sidang (Psl 130HIR/154 R.Bg). Apabila upaya mendamaikan berhasil, maka perkara dicabut dengan persetujuan kedua belah pihak. Sebelum hakim menjatuhkan putusan menghukum para pihak mentaati isi perdamaian, hakim harus membacakan isi perdamaian dihadapan para pihak. Hakim kemudian membuat penetapan yang menyatakan “perkara telah dicabut karna perdamaian dan para pihak masih dalam ikatan perkawinan yg sah berdasarkan akta nikah yg dikeluarkan KUA Kecamatan setempat.” akta/penetapan perdamaian mempunyai kekuatan. [6]Terhadap penetapan ini tidak dpt dimintakan upaya hukum banding, kasasi dan PK. Akta/penetapan perdamaian berkekuatan hukum tetap dan jika tidak dilaksanakan eksekusi dapat dimintakan ke ketua PA setempat.
Dengan tercapainya perdamaian, maka tadak dapat diajukan perceraian lagi deng alasan yang sama atau alasan lain yg telah diketahui pada saat perdamaian ini terjadi. Perceraian hanya dpt diajukan lagi berdasarkan alasan baru yg terjadi setelah perdamaian. Jika perdamaian tidak berhasil, hal tersebut dicatat dlm Berita acara persidangan Persidangan. Selanjutnya pembacaan gugatan dalam bahasa anyg dimengerti para pihak (Psl131 HIR/155 RBg). Khusus gugatan perceraian hakim wajib mendamaikan para pihak yg sedapat mungkin dihadiri suami istri tersebut. Khusus perkara perceraian diperiksa dalam sidang tertutup untuk umum.


D.    Mediasi dan Pengertiannya
1.      Pengertian
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga (sebagai mediator atau penasihat) dalam penyelesaian suatu perselisihan. Pengertian mediasi yang diberikan Kamus Lengkap Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan.
J. Folberg dan A. Taylor lebih menekankan konsep mediasi pada upaya yang dilakukan mediator dalam menjalankan kegiatan mediasi. Kedua ahli ini menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dilakukan secara bersa-sama oleh pihak yang bersengketa dan dibantu oleh pihak yang netral.
Garry Goopaster memberikan defenisi mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian untuk memuaskan. Goopaster mencoba mengeksplorasi lebih jauh makna mediasi tidak hanya dalam pengertian bahasa, tetapi ia juga menggambarkan proses kegiatan mediasi, kedudukan dan peran pihak ketiga, serta tujuan dilakukan suatu mediasi.
Menurut Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural dan substansial.
Menurut  Jimmy Joses Sembiring mediasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan perantara pihak ketiga, yakni pihak yang memberi masukan-masukan kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Mediasi berdasarkan prosedurnya terbagi menjadi 2 bagian antara lain :
a.       Mediasi yang dilakukan diluar pengadilan (UU No. 30 tahun 1999)
b.      Mediasi yang dilakukan di pengadilan (UU No. 30 HIR/154 RBb jo PERMA NO. 1 Tahun 2008).[7]
2.      Ruang Lingkup Mediasi
Dalam perundang-undangan telah ditegaskan ruang lingkup sengketa yang dapat dilakukan oleh kegiatan mediasi. Yang telah diatur dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa disebutkan bahwa sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan menyampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri (Pasal 6). Ketentuan dalam Pasal ini memberi ruang gerak cukup luas, yaitu seluruh perbuatan hukum yang termasuk dalam ruang lingkup perdata. Bahkan undang-undang ini memberikan penegasan ruang lingkup yang berbeda antara arbitrase dan mediasi.
Hal ini juga ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Dalam Pasal 2 Perma No.2 Tahun 2003 disebutkan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Ketentuan Pasal ini menggambarkan bahwa ruang lingkup sengketa yang dapat dimediasi adalah seluruh perkara perdata yang menjadi kewenangan peradilan umum dan peradilan agama pada tingkat pertama.

E.     Perma No. 01 Tahun 2008 ( Mediasi)
PERMA No. 1 Tahun 2008 adalah penyempurna dari PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi diPengadilan. Hal ini dilakukan karena dalam PERMA No. 2 Tahun 2003 ditemukan beberapa masalah, sehingga tidak efektif penerapannya di pengadilan. PERMA No. 1 Tahun 2008 sebagai upaya memepercepat, mempermudah, dan mempermurah penyelesaian sengketa. Selain itu kehadiran PERMA No. 1 Tahun 2008 simaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertertiban, dan kelancarandalam proses perdamaian para pihak yang bersengketa. Mediasi mendapat kedudukan penting dalam PERMA No. 1 Tahun 2008, karena proses mediasi merupakan bagian yang tidak terpisahan dari proses perkara di pengadilan. Hakim wajib mengikuti penyelesaian sengketa melalui mediasi. Jika hakim melanggar maka putusan hakim tersebut batal demi hukum PERMA No. 1 Tahun 2008  (pasaal 2 ayat 3). Oleh karenanya, hakim wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan damai dengan mediasi dan menyebut mediator untuk perkara yang bersangkutan..
PERMA No. 1 Tahun 2008 pasal 4 menentukan perkara yang dapat diselesaikan dalam mediasi adalah semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingakat pertama, kecuali sengketa yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dll. Perkara perdata yang dapat dilakka mediasi adalah perkara perdatayang menjadi wewenang lingkup peradilan umum dan lingkup peradilan agama.
Pada prinsipnya mediasi dilingkungan pengadilan dilakukan oleh mediasi di luar pengadilan. Namun karena jumlah mediator yang kurang maka, PERMA No. 1 Tahun 2008 mengizinkan hakim menjadi mediator. Hakim yang menjadi mediator bukan hakim yang menangani kasus persengketaan yang bersangkutn. Mediator non hakim dapat menjadi mediator di pengadilan jika memiliki sertifikat mediator yaang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat akreditasi Mahkamah Agung RI (PERMA No. 1 Tahun 2008 pasal 5 ayat 1).
Mediasi sebagai bagian dari proses beracara dipengadilan mengikat hakim. Hakim mewajibkan para pihak bermediasi pada hari sidang yang telah ditentukan. Dalam mediasi diwajibkan para pihak yang bersengketa hadir dalam mediasi. Jika salah satu tidak hadir maka hakim dapat menunda proses persidangan perkara.[8] Dalam proses mediasi para ihak bisa memilih sendiri mediator yang diinginkan sesuai kesepakatan para pihak. Ketua pengadilan Mediator mengevaluasi mediator dan memperbaharui daftar mediator setiap tahun (PERMA No. 1 Tahun 2008 pasal 9 ayat 7). Jika para pihak memilih mediator hakim, maka tidak di pungut biaya. Tapi, jika memilih mediator non pengadilan dikenakan biaya yang ditanggung bersama.
PERMA No. 1 Tahun 2008 pasal 11 disebutkan para pihak diwajibkan hakim pada sidang pertam memilih mediator 2 hari kerja sejak hari pertama kerja. Jika dalam 2 hari kerja para pihak tidak menyampaikan mediator yang dipilih, maka para pihak wajib melaporkan kegagalan memilih mediator. Dan ketua majelis hakim akan memilih mediator hakim.
Mediasi berlangsung paling lama 40hari sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk ketua majelis hakim. Atas kesepakatan para pihak mediasi dapat diperanjang 14 hari sejak berakhirnya masa 40 hari. Dalam proses mediasi, mediator dapat melibatkan ahli seorang atau lebih untuk memberikan penjelasan atau menyelesaikan perbedaan pendapat para pihak. Pelibatan ini harus sesuai dengan persetujuan para pihakdan biaya jasanya ditaggung para pihak.
Mediator wajib melaporkan hasil mediasi. Mediasi dinyatakan gagal jika salah satu atau para pihak 2 kali secara berturut-turut tidak hadir dalam pertemuan mediai sesuai dengan kesepkatan. Jika para pihak mencapai kesepakatn perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditanda tangani. Kemudian para pihak wajib memberitahukan kesepakatan damai kepada hakim sesuai dengan jadwal sidang. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan damai kepada haki untuk dikuatkan dalam akta perdamaian.
Jika para pihak tidak mencapai damai hingg massa 40 hari. Maka para pihak memberitahu secara tetulis bahwa mediasi telah gagal kepada hakim. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, maka hakim melakukan pemeriksaan perkarsesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
PERMA No. 1 Tahun 2008 memberikan peluang upaya perdamaian tidak hanya ditingkat pertama namun juga tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Pasal 21 disebutkan para pihak atas dasar kesepakatan mereka dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang sengan diproses banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang di periksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali selama perkra itu belum diputus. Para pihak yang menempuh perdamaian wajib disampaikan secara tertulis kepada ketua pengadilan tingkat pertama yang mengadili, lalu ketua pengadilan tigkat pertama segera memberitahukan kepada ketua pengadilan tigkat bandingyang berwenang, atau MA tentang kehendak para pihak untuk menempuh perdaian. Majelis hakim pemeriksaa ditingkat anding, kasasi, atau peninjauan kembali wajib menunda 14 hari kerja, sejak menerima pemberitahuan tentang kehendak para pihak untuk berdamai.
Para pihak melalui ketua pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan kesepakatan perdamaian secara tetulis kepada ketua majelis tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembaliuntuk dikuatkan dalam bentuk akte perdamaian. Akta perdamaian ditanda tangani oleh majelis hakim banding, kasasi, dan peninjauan kembali dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak dicatat dalam register induk perkara.[9]






























BAB 3
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Istilah perdamaian dalam kata bahasa Belanda disebut dengan dading yang dalam bahasa bakunya bermakna persetujuan damai. Dalam ketentuan Pasal 1851ayat (1) K.U.H. Perdata, perdamaian didefinisikan sebagai berikut: “Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikanatau menahan suatu barang,  mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau pun mencegah timbulnya suatu perkara”.
Jika perdamaian berhasil dicapai dalamsuatu perkara perdata, maka diperoleh manfaat sebagai berikut: (1) Mempunyai kekuatan hukum tetap (2) Tertutup upaya banding dan kasasi (3) Memiliki kekuatan eksekutorial. Jika para pihak hadir dalam persidangan, hakim wajib mendamaikan.  Usaha mendamaikan tidak terbatas pada hari pertama saja, dapat dilakukan setiap kali sidang (Psl 130HIR/154 R.Bg). Apabila upaya mendamaikan berhasil, maka perkara dicabut dengan persetujuan kedua belah pihak. Sebelum hakim menjatuhkan putusan menghukum para pihak mentaati isi perdamaian, hakim harus membacakan isi perdamaian dihadapan para pihak. Hakim kemudian membuat penetapan yang menyatakan “perkara telah dicabut karena perdamaian dan para pihak masih dalam ikatan perkawinan yang sah berdasarkan akta nikah yang dikeluarkan KUA Kecamatan setempat”. Akta penetapan perdamaian mempunyai kekuatan.
Upaya perdamain didasarkn pada Perma No.1 thn2008 tentang mediasi, yang mewajibkn semua perkara tingkat pertama diselesaikan melalui perdamain dengan bantuan mediator.
Semua perkara perdata wajib mediasi kecuali: Perkara Niaga, Pengadilan Hub Industrial, Keberatan ats putusn BPSK dan KPPU (Psl  4). Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 ayat 7).
Mediasi mendapat kedudukan penting dalam PERMA No. 1 Tahun 2008, karena proses mediasi merupakan bagian yang tidak terpisahan dari proses perkara di pengadilan. Hakim wajib mengikuti penyelesaian sengketa melalui mediasi. Jika hakim melanggar maka putusan hakim tersebut batal demi hukum PERMA No. 1 Tahun 2008  (pasaal 2 ayat 3). Oleh karenanya, hakim wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan damai dengan mediasi dan menyebut mediator untuk perkara yang bersangkutan..
























DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, Sudikno. 2010. Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Atmajaya press.

Oeripkartawinata, Retnowulan Iskandar. 1997. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek.  Bandung: Mandar Maju.

Manan,  Abdul. 2005. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana.

Witanto, DY. 2011. Hukum Acara Mediasi. Bandung : Alfabeta.

Abbas,Syahrizal. Mediasi. 2010. Jakarta :Kencana & Prenada Kencana Group


[1] Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, Yogyakarta: Atmajaya press, 2010, hlm.154-155
[2] Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teoridan Praktek,  Bandung: Mandar Maju, 1997, hlm. 36
[3] Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, Cet-3, 2005, hlm. 160.
[4]Ibid., hlm. 161
[5] bid., hlm. 162
[6] Upaya_Perdamaian.Pdf
[7] D.Y Witanto, Hukum Acara Mediasi, ( Bandung : Alfabeta, 2011), hal. 18
[8] Syahrizal Abbas,Mediasi, (Jakarta :Kencana & Prenada Kencana Group),hal. 312
[9] Ibid. Hal. 316

Tidak ada komentar:

Posting Komentar