UPAYA PERDAMAIAN
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara
Perdata
Dosen Pengampu : Adiyono, S.HI, M.HI
Disusun Oleh:
Darwati
Anggraeni 110711100089
Devi Nur Afilah 130711100095
Ainul Ghurrah 130711100093
HUKUM BISNIS
SYARIAH – C
FAKULTAS ILMU
KEISLAMAN
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
TAHUN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur senantiasa kami panjatkan pada Allah SWT karena berkat rahmat,
hidayah dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Hukum Acara
Perdata. Semoga sholawat serta salam senantiasa dilimpahkan Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarganya, para sahabat, para tabi’in serta
seluruh kaum muslimin. Amin.
Makalah ini akan
membahas mengenai Upaya Perdamaian. Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti, dan dengan susunan yang mudah dipahami. Namun, kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan, kami berharap kritik dan saran demi
menyempurnakan makalah ini agar menjadi lebih baik dan dapat berguna semaksimal
mungkin.
Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah banyak membantu
kami agar dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Terima
kasih.
Bangkalan,
11
November 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul.................................................................................................. .... i
Kata
Pengantar................................................................................................. .... ii
Daftar
Isi.......................................................................................................... .... iii
Bab
I Pendahuluan
A. Latar
Belakang.....................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................
1
C. Tujuan...................................................................................................
2
Bab
II Pembahasan
A. Pengertian
Perdamaian.............................................................................. 3
B. Manfaat
Perdamaian dalam Gugatan........................................................ 4
C. Perdamaian
dalam perkara perceraian....................................................... 6
D. Mediasi...................................................................................................... 7
E.
Perma No.1 Tahun 2008 tentang mediasi................................................. 9
Bab III Penutup
A. Kesimpulan........................................................................................... .... 13
Daftar
Pustaka.................................................................................................. .... 15
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Salah satu tujuan dari adanya perjanjian perdamaian pada lembaga
peradilan adalah untuk dapat tercapainya asas sederhana, cepat dan biaya ringan
dimana merupakan asas yang tidak kalah pentingnya dari asas-asas lainnya yang
terdapat dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004.
Namun demikian, setiap perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tidak
selamanya berakhir dengan jalan perdamaian, meskipun dalam ketentuan hukum
acara perdata telah ditentukan, bahwa Hakim harus tetap berusaha mendamaikan
para pihak yang berperkara, akan tetapi dalam praktek biasanya Hakim dan
lembaga peradilan juga mengalami kesulitan dalam mendamaikan para pihak, semua
itu dikarenakan masing-masing pihak yang bersengketa tetap mempertahankan
hak-haknya dengan berbagai macam dalih dan kepentingan hukumnya masing-masing sehingga
hubungan antar anggota masyarakat yang bersangkutan tidak didasari oleh rasa
persaudaraan tetapi didasari oleh rasa kebencian, permusuhan yang lebih banyak
dikendalikan oleh emosi.
Agar dapat tercapai tujuan yang diharapkan seperti tersebut di atas,
maka Hakim harus bertindak arif dan bijaksana, sebab apa yang ada dalam
kenyataan tidak semudah seperti apa yang ada dalam teori.
- Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan perdamaian ?
2. Apa saja manfaat perdamaian dalam
gugatan perdata ?
3. Bagaimankah perdamaian dalam perkara perceraian ?
4. Apakah yang dimaksud mediasi ?
5. Bagaimanakah mediasi dalam Perma No. 1 tahun 2008 tentang mediasi ?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa itu perdamaian
2.
Untuk
mengetahui manfaat perdamaian dalam gugatan
3.
Untuk
mengetahui perdamaian dalam perkara perceraian
4.
Untuk
mengetahui apa itu mediasi
5.
Untuk
mengetahui mediasi dalan Perma No.1 tahun 2008 tentang mediasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perdamaian
Istilah perdamaian dalam kata bahasa
Belanda disebut dengan dading yang dalam bahasa bakunya bermakna
persetujuan damai. Dalam ketentuan Pasal 1851ayat (1) K.U.H. Perdata,
perdamaian didefinisikan sebagai berikut: “Perdamaian adalah suatu
perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan,
menjanjikanatau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang
bergantung atau pun mencegah timbulnya suatu perkara”.
Berdasarkan definisi perdamai-an yang
diberikan oleh Pasal 1851 ayat (1)
K.U.H. Perdata tersebut di atas, dapatlah
ditarik satu garis kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan perdamaian (dading)
adalah suatu perjanjian atau persetujuan dimana para pihak yang berselisih
mengenai hak-hak mereka sepakat untuk menyelesaikan perselisihan mereka, dengan
adanya suatukerelaan berkorban, dan pengorbanan tersebut dapat berupa
menjanjikan, menahan atau menyerahkan suatu benda dengan maksud untuk
mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah terjadinya
suatu perkara yang lebih serius. Dengan demikian, perdamaian merupakan suatu
perjanjian dengan ketentuan khusus diantara para pihak yang berperkara,
ketentuan khusus yang dimaksud adalah bahwa para pihak harus memberikan
pengorba-nan, apabila hanya salah satu pihak saja yang berkorban maka tidak ada
perdamaian, jadi masing-masing pihak wajib berkorban. Maka jelas disini bahwa
perdamaian itu akan dapat berhasil atau tercapai apabila para pihak saling
mempunyai kesadaran untuk menyelesaikan perkara perdatanya dengan jalan
perdamaian.
Penyelesaian perkara perdata dengan
jalan perdamaian adalah cara yang terbaik dan tercepat bagi para pihak, yang
pelaksanaannya dilakukan secara kekeluargaan. Cara ini juga merupakan
pencerminan kepribadian bangsa Indonesia yang selalu mengutamakan musyawarah
untuk mufakat.[1]
B.
Manfaat
Perdamaian dalam Gugatan Perdata
Suatu perdamaian banyak sekali manfaat yang didapat dari hasil perdamaian tersebut.
Dalam kasus-kasus perdata di pengadilan contohnya jika sengketa yang terjadi
dalam masyarakat efeknya pasti terjadi ketegangan terhadap hubungan antara
puhak-pihak yang bersengketa. Hal ini berarti hubungan antara yang bersengketa
ini telah bergeser dari posisi semula berlandaskan kekeluargaan, persaudaraan,
dan persahabatan menjadi hubungan yang berdasarkan rasa permusuhan dan
kebencian. Kalau sengketa tersebut tidak segera di selesaikan maka akan terjadi
kehancuran hubungan antara yang bersengketa. Penyelesaian melalui pengadilan
sebenarnya bukan cara yang paling tepat, memang pengadilan dapat menyelesaiakan
perkara dengan adanya putusan dari pengadilan, namun berakhirnya sengketa di
pengadilan hanyalah secara lahiriyah .
Hal ini merupakan konsekuensi dari putusan pengadilan yang hanya
berdasarkan fakta obyektif, tidak menyangkut fakta subyektif, sehingga putusan
pengadilan selalu menyatakan ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang.
Pihak yang kalah akan merasakan kekecewaan dan tidak begitu saja mengakui
kekalahanya. Ketidakmauan pihak yang kalah menerima begitu saja dapat dilihat
pada sikapnya yang apriori menerima putusan hakim, dan juga didasari rasa emosi
demi menjaga nama baik dan harga dirinya. Sehingga ada upaya hukum yang banding
dan kasasi. Dengan adanya upaya hukum tersebut, maka akan memakan waktu yang
cukup lama dan juga biaya yang tidak sedikit. Semua ini bertolak belakang
dengan upaya perdamaian.
Upaya perdamaian diliput dengan suasana kekeluargaan diantara para
pihak yang bersengketa. Dalam suatu perdamaian tidak ditonjolkan faktor-faktor
siapa yang salah dan siapa yang benar, namun lebih menonjolkan rangkaian duduk
perkara yang sebenarnya, sehingga perumusan perdamaian tidak menghasilkan pihak
yang kalah maupun pihak yang menang dan yang lebih penting antara para pihak
ada niat " mau sama mau".
Manfaat sistem perdamaian menyelesaikan sengketa yang dilakukan
dengan perdamaian akan menghasilkan kepuasan lahiriyah dan batiniah serta
sengketa selesai sama sekali, penyelesaianya cepat dan ongkosnya ringan, selain
dari pada itu permusuhan antara kedua belah pihak yang berperkara menjadi
berkurang. Hal ini jauh lebih baik dari pada apabila perkara sampai diputus
dengan suatu putusan biasa, misalnya tergugat dikalahkan dan pelaksanaan
putusan harus dilaksanakan secara paksa. [2]
Apabila perkara yang sudah diajukan di pengadilan, dan majlis
hakim dapat mendamaikan para pihak, maka hakim harus membuat putusan
perdamaian. Sehubungan dengan hal itu ada beberapa manfaat yang dapat diambil
dari wujud perdamaian yang dibuat dalam bentuk
putusan perdamaian yaitu:
1.
Mempunyai kekuatan hukum
tetap
Pasal 1851 KUHperdata dikemukakan bahwa
semua putusan perdamaian yang dibuat dalam sidang Majlis Hakim mempunyai
kekuatan hukum tetap seperti putusan pengadilan lainya dalam tingkat
penghabisan.[3]
2.
Tertutup upaya banding dan
kasasi
Sebagaimana telah dikemukakan diatas
bahwa putusan perdamaian itu adalah sama nilainya dengan putusan pengadilan
lainya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini berarti terhadap
putusan perdamaian ini tertutup upaya banding dan kasasi. Artinya sejak di
tetapkanya putusan tersebut maka sudah melekat bahwa putusan perdamaian itu
adalah pasti dan tidak ada penafsiran lagi langsung dapat dilaksanakan kapan
saja.[4]
3.
Memiliki kekuatan
eksekutorial
Putusan perdamaian yang dibuat dalam
persidangan Majelis Hakim mempunyai kekuatan hukum mengikat, mempunyai hukum
eksekusi, dan mempunyai nilai pembuktian.[5]
C.
Perdamaian
dalam Perkara Perceraian
Perdamaian dalam
perkara perceraian Jika para pihak hadir dalam persidangan, hakim wajib
mendamaikan. Usaha mendamaikan tidak terbatas pada hari pertama saja. Dapat
dilakukan setiap kali sidang (Psl 130HIR/154 R.Bg). Apabila upaya mendamaikan
berhasil, maka perkara dicabut dengan persetujuan kedua belah pihak. Sebelum hakim
menjatuhkan putusan menghukum para pihak mentaati isi perdamaian, hakim harus
membacakan isi perdamaian dihadapan para pihak. Hakim kemudian membuat
penetapan yang menyatakan “perkara telah dicabut karna perdamaian dan para
pihak masih dalam ikatan perkawinan yg sah berdasarkan akta nikah yg
dikeluarkan KUA Kecamatan setempat.” akta/penetapan perdamaian mempunyai
kekuatan. [6]Terhadap
penetapan ini tidak dpt dimintakan upaya hukum banding, kasasi dan PK.
Akta/penetapan perdamaian berkekuatan hukum tetap dan jika tidak dilaksanakan
eksekusi dapat dimintakan ke ketua PA setempat.
Dengan
tercapainya perdamaian, maka tadak dapat diajukan perceraian lagi deng alasan
yang sama atau alasan lain yg telah diketahui pada saat perdamaian ini terjadi.
Perceraian hanya dpt diajukan lagi berdasarkan alasan baru yg terjadi setelah
perdamaian. Jika perdamaian tidak berhasil, hal tersebut dicatat dlm Berita
acara persidangan Persidangan. Selanjutnya pembacaan gugatan dalam bahasa anyg
dimengerti para pihak (Psl131 HIR/155 RBg). Khusus gugatan perceraian hakim
wajib mendamaikan para pihak yg sedapat mungkin dihadiri suami istri tersebut.
Khusus perkara perceraian diperiksa dalam sidang tertutup untuk umum.
D.
Mediasi dan
Pengertiannya
1. Pengertian
Dalam
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses
pengikutsertaan pihak ketiga (sebagai mediator atau penasihat) dalam
penyelesaian suatu perselisihan. Pengertian mediasi yang diberikan Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting. Pertama, mediasi
merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara
dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa
adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak
yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut tersebut bertindak sebagai
penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan.
J.
Folberg dan A. Taylor lebih menekankan konsep mediasi pada upaya yang dilakukan
mediator dalam menjalankan kegiatan mediasi. Kedua ahli ini menyatakan bahwa
penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dilakukan secara bersa-sama oleh
pihak yang bersengketa dan dibantu oleh pihak yang netral.
Garry
Goopaster memberikan defenisi mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan
masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan
pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan
perjanjian untuk memuaskan. Goopaster mencoba mengeksplorasi lebih jauh makna
mediasi tidak hanya dalam pengertian bahasa, tetapi ia juga menggambarkan
proses kegiatan mediasi, kedudukan dan peran pihak ketiga, serta tujuan
dilakukan suatu mediasi.
Menurut
Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua
pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak
netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. Pihak netral tersebut disebut
mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural dan substansial.
Menurut Jimmy Joses Sembiring mediasi adalah proses
penyelesaian sengketa dengan perantara pihak ketiga, yakni pihak yang memberi
masukan-masukan kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Mediasi
berdasarkan prosedurnya terbagi menjadi 2 bagian antara lain :
a. Mediasi yang dilakukan diluar pengadilan (UU No. 30 tahun 1999)
b. Mediasi yang dilakukan di pengadilan (UU No. 30 HIR/154 RBb jo
PERMA NO. 1 Tahun 2008).[7]
2. Ruang Lingkup Mediasi
Dalam
perundang-undangan telah ditegaskan ruang lingkup sengketa yang dapat dilakukan
oleh kegiatan mediasi. Yang telah diatur dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa disebutkan bahwa sengketa atau
beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif
penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan menyampingkan
penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri (Pasal 6). Ketentuan dalam
Pasal ini memberi ruang gerak cukup luas, yaitu seluruh perbuatan hukum yang
termasuk dalam ruang lingkup perdata. Bahkan undang-undang ini memberikan
penegasan ruang lingkup yang berbeda antara arbitrase dan mediasi.
Hal ini juga ditegaskan dalam Peraturan
Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Dalam Pasal 2 Perma No.2 Tahun 2003 disebutkan bahwa semua perkara perdata yang
diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diselesaikan
melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Ketentuan Pasal ini menggambarkan
bahwa ruang lingkup sengketa yang dapat dimediasi adalah seluruh perkara
perdata yang menjadi kewenangan peradilan umum dan peradilan agama pada tingkat
pertama.
E.
Perma No. 01
Tahun 2008 ( Mediasi)
PERMA
No. 1 Tahun 2008 adalah penyempurna dari PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang
prosedur mediasi diPengadilan. Hal ini dilakukan karena dalam PERMA No. 2 Tahun
2003 ditemukan beberapa masalah, sehingga tidak efektif penerapannya di
pengadilan. PERMA No. 1 Tahun 2008 sebagai upaya memepercepat, mempermudah, dan
mempermurah penyelesaian sengketa. Selain itu kehadiran PERMA No. 1 Tahun 2008
simaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertertiban, dan kelancarandalam
proses perdamaian para pihak yang bersengketa. Mediasi mendapat kedudukan
penting dalam PERMA No. 1 Tahun 2008, karena proses mediasi merupakan bagian
yang tidak terpisahan dari proses perkara di pengadilan. Hakim wajib mengikuti
penyelesaian sengketa melalui mediasi. Jika hakim melanggar maka putusan hakim
tersebut batal demi hukum PERMA No. 1 Tahun 2008 (pasaal 2 ayat 3). Oleh karenanya, hakim wajib
menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan damai dengan
mediasi dan menyebut mediator untuk perkara yang bersangkutan..
PERMA
No. 1 Tahun 2008 pasal 4 menentukan perkara yang dapat diselesaikan dalam
mediasi adalah semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingakat
pertama, kecuali sengketa yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga,
pengadilan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen, dll. Perkara perdata yang dapat dilakka mediasi adalah perkara
perdatayang menjadi wewenang lingkup peradilan umum dan lingkup peradilan
agama.
Pada
prinsipnya mediasi dilingkungan pengadilan dilakukan oleh mediasi di luar
pengadilan. Namun karena jumlah mediator yang kurang maka, PERMA No. 1 Tahun
2008 mengizinkan hakim menjadi mediator. Hakim yang menjadi mediator bukan
hakim yang menangani kasus persengketaan yang bersangkutn. Mediator non hakim
dapat menjadi mediator di pengadilan jika memiliki sertifikat mediator yaang
diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang
mendapat akreditasi Mahkamah Agung RI (PERMA No. 1 Tahun 2008 pasal 5 ayat 1).
Mediasi
sebagai bagian dari proses beracara dipengadilan mengikat hakim. Hakim
mewajibkan para pihak bermediasi pada hari sidang yang telah ditentukan. Dalam
mediasi diwajibkan para pihak yang bersengketa hadir dalam mediasi. Jika salah
satu tidak hadir maka hakim dapat menunda proses persidangan perkara.[8]
Dalam proses mediasi para ihak bisa memilih sendiri mediator yang diinginkan
sesuai kesepakatan para pihak. Ketua pengadilan Mediator mengevaluasi mediator
dan memperbaharui daftar mediator setiap tahun (PERMA No. 1 Tahun 2008 pasal 9
ayat 7). Jika para pihak memilih mediator hakim, maka tidak di pungut biaya.
Tapi, jika memilih mediator non pengadilan dikenakan biaya yang ditanggung
bersama.
PERMA
No. 1 Tahun 2008 pasal 11 disebutkan para pihak diwajibkan hakim pada sidang
pertam memilih mediator 2 hari kerja sejak hari pertama kerja. Jika dalam 2
hari kerja para pihak tidak menyampaikan mediator yang dipilih, maka para pihak
wajib melaporkan kegagalan memilih mediator. Dan ketua majelis hakim akan
memilih mediator hakim.
Mediasi
berlangsung paling lama 40hari sejak mediator dipilih oleh para pihak atau
ditunjuk ketua majelis hakim. Atas kesepakatan para pihak mediasi dapat
diperanjang 14 hari sejak berakhirnya masa 40 hari. Dalam proses mediasi,
mediator dapat melibatkan ahli seorang atau lebih untuk memberikan penjelasan
atau menyelesaikan perbedaan pendapat para pihak. Pelibatan ini harus sesuai
dengan persetujuan para pihakdan biaya jasanya ditaggung para pihak.
Mediator
wajib melaporkan hasil mediasi. Mediasi dinyatakan gagal jika salah satu atau
para pihak 2 kali secara berturut-turut tidak hadir dalam pertemuan mediai
sesuai dengan kesepkatan. Jika para pihak mencapai kesepakatn perdamaian, para
pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang
dicapai dan ditanda tangani. Kemudian para pihak wajib memberitahukan
kesepakatan damai kepada hakim sesuai dengan jadwal sidang. Para pihak dapat
mengajukan kesepakatan damai kepada haki untuk dikuatkan dalam akta perdamaian.
Jika
para pihak tidak mencapai damai hingg massa 40 hari. Maka para pihak
memberitahu secara tetulis bahwa mediasi telah gagal kepada hakim. Segera
setelah menerima pemberitahuan tersebut, maka hakim melakukan pemeriksaan
perkarsesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
PERMA
No. 1 Tahun 2008 memberikan peluang upaya perdamaian tidak hanya ditingkat
pertama namun juga tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Pasal 21
disebutkan para pihak atas dasar kesepakatan mereka dapat menempuh upaya
perdamaian terhadap perkara yang sengan diproses banding, kasasi, atau
peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang di periksa pada tingkat
banding, kasasi, dan peninjauan kembali selama perkra itu belum diputus. Para
pihak yang menempuh perdamaian wajib disampaikan secara tertulis kepada ketua
pengadilan tingkat pertama yang mengadili, lalu ketua pengadilan tigkat pertama
segera memberitahukan kepada ketua pengadilan tigkat bandingyang berwenang,
atau MA tentang kehendak para pihak untuk menempuh perdaian. Majelis hakim
pemeriksaa ditingkat anding, kasasi, atau peninjauan kembali wajib menunda 14
hari kerja, sejak menerima pemberitahuan tentang kehendak para pihak untuk
berdamai.
Para
pihak melalui ketua pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan kesepakatan
perdamaian secara tetulis kepada ketua majelis tingkat banding, kasasi, atau peninjauan
kembaliuntuk dikuatkan dalam bentuk akte perdamaian. Akta perdamaian ditanda
tangani oleh majelis hakim banding, kasasi, dan peninjauan kembali dalam waktu
selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak dicatat dalam register induk perkara.[9]
BAB
3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah
perdamaian dalam kata bahasa Belanda disebut dengan dading yang dalam
bahasa bakunya bermakna persetujuan damai. Dalam ketentuan Pasal 1851ayat (1)
K.U.H. Perdata, perdamaian didefinisikan sebagai berikut: “Perdamaian adalah
suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan
menyerahkan, menjanjikanatau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang
bergantung atau pun mencegah timbulnya suatu perkara”.
Jika perdamaian berhasil dicapai dalamsuatu perkara perdata, maka
diperoleh manfaat sebagai berikut: (1) Mempunyai kekuatan hukum tetap (2) Tertutup
upaya banding dan kasasi (3) Memiliki kekuatan eksekutorial. Jika para pihak
hadir dalam persidangan, hakim wajib mendamaikan. Usaha mendamaikan tidak terbatas pada hari
pertama saja, dapat dilakukan setiap kali sidang (Psl 130HIR/154 R.Bg). Apabila
upaya mendamaikan berhasil, maka perkara dicabut dengan persetujuan kedua belah
pihak. Sebelum hakim menjatuhkan putusan menghukum para pihak mentaati isi perdamaian,
hakim harus membacakan isi perdamaian dihadapan para pihak. Hakim kemudian
membuat penetapan yang menyatakan “perkara telah dicabut karena perdamaian dan
para pihak masih dalam ikatan perkawinan yang sah berdasarkan akta nikah yang
dikeluarkan KUA Kecamatan setempat”. Akta penetapan perdamaian mempunyai kekuatan.
Upaya perdamain didasarkn pada Perma No.1 thn2008 tentang mediasi, yang
mewajibkn semua perkara tingkat pertama diselesaikan melalui perdamain dengan bantuan
mediator.
Semua perkara perdata wajib mediasi kecuali: Perkara Niaga, Pengadilan
Hub Industrial, Keberatan ats putusn BPSK dan KPPU (Psl 4). Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan
dibantu oleh mediator (Pasal 1 ayat 7).
Mediasi
mendapat kedudukan penting dalam PERMA No. 1 Tahun 2008, karena proses mediasi
merupakan bagian yang tidak terpisahan dari proses perkara di pengadilan. Hakim
wajib mengikuti penyelesaian sengketa melalui mediasi. Jika hakim melanggar
maka putusan hakim tersebut batal demi hukum PERMA No. 1 Tahun 2008 (pasaal 2 ayat 3). Oleh karenanya, hakim
wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan damai dengan
mediasi dan menyebut mediator untuk perkara yang bersangkutan..
DAFTAR
PUSTAKA
Mertokusumo, Sudikno.
2010. Hukum Acara Perdata.
Yogyakarta: Atmajaya press.
Oeripkartawinata, Retnowulan Iskandar. 1997. Hukum Acara
Perdata dalam Teori dan Praktek.
Bandung: Mandar Maju.
Manan, Abdul. 2005. Penerapan
Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana.
Witanto, DY. 2011. Hukum
Acara Mediasi. Bandung : Alfabeta.
Abbas,Syahrizal. Mediasi.
2010. Jakarta
:Kencana & Prenada Kencana Group
[1] Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara
Perdata, Yogyakarta: Atmajaya press, 2010, hlm.154-155
[2] Retnowulan Sutantio,
Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teoridan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 1997, hlm. 36
[3] Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan
Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, Cet-3, 2005, hlm. 160.
[5] bid.,
hlm. 162
[6]
Upaya_Perdamaian.Pdf
[7]
D.Y Witanto, Hukum Acara Mediasi, ( Bandung : Alfabeta, 2011), hal. 18
[8]
Syahrizal Abbas,Mediasi, (Jakarta :Kencana & Prenada Kencana
Group),hal. 312
[9]
Ibid. Hal. 316
Tidak ada komentar:
Posting Komentar